rss
email
twitter
facebook

Selasa, 30 Maret 2010

POHON DAN SEORANG MANUSIA

Banyak hal yang kita pelajari dari kehidupan, yang aku sadari adalah bahwa setiap hari adalah cerita. Cerita yang kita rangkai, kita sebagai pemeran utama, meski kita tidak pernah menyadari hal itu. Kali ini aku mencoba menceritakan salah satu cerita. Cerita ini aku dengar dari salah satu teman, mengenai seorang manusia dan sebatang pohon.

Terkisahkan, hiduplah seorang anak manusia dan sebatang pohon. Pohon itu adalah sejenis pohon apel, memiliki batang yang besar, kokoh, dan memiliki daun yang lebat. Pohon dan anak manusia itu tumbuh bersama, bermain bersama, merasakan indahnya persahabatan. Jam demi jam dilalui bersama. Jam berganti hari, hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Sang anak manusia kini telah tumbuh dewasa, menjadi seorang lelaki, kini sang anak manusia itu tidak lagi mau bermain bersama sang pohon. Waktu-waktu yang dilalui bersama kini hanyalah kenangan, anak manusia itu kini lebih memilih untuk bermain bersama teman-teman sebayanya meninggalkan sang pohon sendiri ditengah bukit, pohon yang memang tidak bisa pergi kemana pun tetap berada di tempatnya dan menunggu sang anak manusia untuk datang kembali dan bermain bersama. Namun tahun demi tahun berganti sang anak tidak juga kunjung datang.

Hingga suatu hari, hari itu adalah musim panas. Matahari bersinar dengan sangat teriknya, tanpa disangka sang anak manusia yang kini telah berubah menjadi lelaki dewasa datang mengunjungi sang pohon, begitu bahagianya sang pohon melihat sahabatnya datang untuk mengunjunginya. Namun tidak seperti sahabat yang diingatnya, lelaki dewasa itu terlihat murung, sang pohon akhirnya bertanya.
“hai, mengapa kau terlihat murung. Apa yang terjadi?”

“hai pohon, aku sedang mengalami kesulitan.”

“kesulitan apa? Katakanlah, aku akan membantumu sebisaku.”

“aku lapar pohon. Tetapi aku tidak memiliki apapun untuk dimakan atau pun dijual untuk membeli makanan.”

Karena hari itu adalah hari dimana sang pohon apel berbuah, maka sang pohon menawarkan sahabatnya itu untuk mengambil salah satu buahnya.

“wahai sahabatku, ambillah buahku, makanlah, jika memang perlu ambillah dan juallah untuk keperluanmu.”

Tanpa pikir panjang lelaki itu mengambil apel dari sang pohon, sebagian dia makan dan sebagian lagi dia jual. Namun setelah ia mendapatkan uang, sang pohon menunggunya kembali, namun lelaki itu tak kunjung juga datang. Hari demi hari sang pohon menunggu lelaki itu, berharap sahabatnya akan ingat dan berkunjung padanya namun lelaki itu tak kunjung juga datang.

Tahun demi tahun berlalu, kini sang pohon tumbuh besar dengan ranting-ranting yang memenuhi batang besarnya. Senja datang, dari kejauhan terlihat lelaki tanggung bergerak mendekat, ternyata itu adalah sahabat sang pohon, seseorang yang selalu ia rindukan.

Kini lelaki itu telah tumbuh dewasa, dengan kumis menghiasi wajahnya. Lelaki itu ternyata kini telah berkeluarga, dengan satu anak. Tak lama lelaki itu duduk dibawah sang pohon, mereka bercengkarama, sang pohon sangat senang dengan kedatangan sahabat lamanya. Setelah bercerita cukup lama, ternyata sang pohon mengetahui bahwa sahabatnya tengah mengalami kesulitan. Ia memerlukan kayu untuk membuat rumah untuk keluarganya berteduh. Sang pohon yang memang selalu setia membantu, berkata kepada lelaki itu untuk mengambil rantingnya untuk digunakan sebagai bahan pembuat rumah, dan lelaki itu pun pergi dengan membawa ranting-ranting sang pohon bersama, namun lagi-lagi ia tak kembali untuk berkata terima kasih.

Waktu kembali berlalu, setelah tahun kembali berganti ternyata lelaki itu kini kembali lagi. Sang pohon senang bukan kepalang, mereka kembali bercerita banyak mengenai pengalaman yang mereka lalui selama ini. Dan ternyata sang anak manusia itu kini telah memiliki rumah, namun kini dia sedang bingung karena sang anak ingin bermain dilaut sedangkan mereka tidak memiliki sampan. Sang pohon yang dengan setia selalu membantu menawarkan dirinya. “ambilah batangku dan jadikanlah sampan untuk kau dan keluargamu berlayar.” Tanpa pikir panjang sang anak manusia menebang sang pohon dan mengambil batangnya. Dan kini yang tersisa dari sang pohon hanyalah akar tanpa batang.

Puluhan tahun berganti, sang pohon kini tinggallah akar tua, dan masih dengan setia menunggu sahabatnya. Namun setelah sang anak manusia itu menebang batangnya untuk dijadikan sampan, sang anak manusia tidak pernah terlihat lagi. Tapi kini dari kejauhan, terlihat lelaki tua datang mendekat, sang anak manusia. Dia bergerak mendekati sang pohon yang kini hanyalah akar tua. Dan mereka pun bercengkrama.

“hai sahabatku, nampaknya kau sedang lelah.”

“hai pohon, ya, aku memang sedang lelah.”

“apa yang bisa ku bantu, sahabatku? Tapi maafkan aku. Kini aku tidak bisa memberimu apel, ranting ataupun batangku. Tapi kau bisa bersandar diakar tuaku ini jika kau merasa lelah.”

Hingga akhir hidupnya, sang pohon tetap dengan setia mengabdikan dirinya untuk membantu sang anaka manusia, meski dengan segala kekurangnya.

Cerita ini mengandaikan orang tua sebagai sang pohon dan sang anak manusia sebagai anak. Dalam ketidakmampuan dan kekurangannya orang tua selalu bersedia dan berusaha melakukan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan sang anak. Namun sebagai seorang anak, terkadang kita menuntut terlalu banyak, kita melupakan orang tua kita disaat kita senang, kita lupa untuk berterimakasih. Kita sibuk dengan teman-teman dan meninggalkan orang tua kita. Namun, meski kita berkeluarga nanti, orang tua tetap bersedia membantu dengan semua kekurangan mereka.

Cerita ini ku tulis kembali, bukan untuk menggurui, bukan untuk menasehati, tapi untuk mengingatkan diriku sendiri betapa besar pengorbanan orang tua untuk kita, meski kita telah dewasa nanti.

Jagalah orang tuamu..
Permata hatimu..
Yang tak akan pernah meminta imbalan atas semua pengorbanannya untukmu..


~love DN~

5 komentar:

dwi oktaria gemari icha mengatakan...

ehm, jdi inget dosa2 q ke ortu , pdhl ortu lah yg slama ini yg byx mmbntu dlm sgala hal, I love u ibu n bpx q trcinta , thx kk dini tlah mnydarkan q btapa bsr akan kbaikan ortu yg di brikan ke qta...

Dini Novianti mengatakan...

kita sebagai manusia harus saling mengingatkan... dini juga kadang lupa, tapi itulah manusia, tempatnya lupa...

jabon mengatakan...

setiap orang tua pasti sayang dengan anak / darah dagingnya

cahsiji mengatakan...

sebesar apapun cinta seorang anak terhadap orang tua tak sebesar cintanya orang tua kepada anak..

Dini Novianti mengatakan...

bener banget, sebesar apapun cinta anak tidak akan pernah mengalahkan cinta orang tua kepada anaknya..

Posting Komentar