rss
email
twitter
facebook

Senin, 30 Agustus 2010

my little story..

ini sebenarnya cerita yang belakangan ini aku buat.Udah ada lanjutannya sih, tapi belum bisa di upload karena satu dan lain hal, next time diupload deh.. :)


TANGISANKU,,

Pergilah kau
Pergi dari hidupku
Bawa semua rasa bersalahmu
Pergilah kau
Pergi dari hidupku
Bawalah semua rahasiamu yang tak ingin ku tahui
(sherina-pergilah kau
)

Alunan lagu sherina, bait demi bait menemani kelamnya langit malam ini bagi Ninda. Di sudut kamar yang dibiarkan gelap dengan sengaja, tubuh kecil itu menangis, menangis dengan sejadi-jadinya hingga tak ada suara yang dikeluarkan olehnya. Hanya air mata yang mengalir deras dari dua sudut matanya yang kini terlihat sembab karena tak kunjung hentinya air mata itu mengalir.

Bertahun-tahun bersama
Ku percayaimu
Ku banggakan kamu
Berikan sgalanya

Aku tak mau lagi
Ku tak mau lagi

Pergilah kau
Pergi dari hidupku..


Rangkaian lirik lagu sherina, yang dulu adalah artis cilik yang memiliki umur yang hampir sama dengannya kini terasa sangat menyesakkan hati. Entah karena lirik itu mewakili rasa hatinya hari itu atau entah kenapa. Yang pasti, di ujung kamar gelap itu, Ninda memeluk boneka teddy bear kesayangannya, mungkin sebagai pengganti orang yang sebenarnya sangat ingin dia peluk. Malam kian larut, Ninda tetap tidak beranjak dari tempatnya sekarang, masih dengan teddy bear kesayangan dipelukkannya, lagu yang sama, namun air mata yang tak lagi mengalir, bukan karena dia tidak lagi menangis tapi karena mata indahnya itu tidak mampu lagi meneteskan air mata. Ninda tertidur dalam pelukkan malam yang semakin dingin, tanpa selimut dan tanpa seorang pun mengetahui bahwa ia menangis, menangis dalam pelukan malam.

****

“Teta, aku pulang duluan ya.” Ninda berbicara pada Teta, lelaki teman dekatnya.
“ehm,,iya. Aku juga masih ada latihan teater, kamu hati-hati dijalan ya.” Teta menjawab pertanyaan Ninda yang berada disampingnya.

Sore itu, SMA Redina masih penuh dengan lalu lalang anak-anak berseragam merah marun, warna seragam SMA Redina yang didominasi oleh warna merah marun dengan aksen warna yang sama pada kemeja yang dipakai oleh siswa-siswi sekolah itu.

Minggu, 08 Agustus 2010

Mimpi Absurd..

Terbangun ditengah malam karena lupa shalat isya (sebenarnya memutuskan untuk melupakan sih, astagfirullah!!! Din, udah gede masih aja. Lain kali jangan diulangin) tapi ada hikmahnya juga sih, bangun tengah malem dan dapet ilham karena mimpi yang dialami hari ini

*dan mimpi itu pun mulai*

Hari ini aku punya janji sama anak-anak SQUAD seneng banget rasanya ketemu mereka lagi. Yah, wajarlah soalnya kita ketemu hanya 6 bulan sekali dan seringnya sih di Jakarta, licik banget ya mereka emang sih kebanyakan dari kita tinggalnya sekitaran Jakarta. Hari ini, janjian ketemuan dan sekarang mau jemput Evan dulu. Oh iya, kalian nggak tau ya sebenarnya SQUAD itu apa, nah aku jelasin dulu aja kali ya.

SQUAD, itu sebenarnya nama untuk sekumpulan anak-anak nggak jelas yang ketemuan dan deket semenjak acara ‘farewell party’ salah satu artis. Iya, artis! Jangan jadi ill feel gitu, kita bukan segerombolan anak-anak yang ngefans abis sama artis itu yang klo ketemuan sama artis terus teriak-teriak “aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah,, itu..itu.. tuh, kamu liat nggak? Itu tuh dia keluar. Cantik banget ya,” trus abis itu suara abis gara-gara teriak lagi. Ayo teriak lagi “aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh”.

Cukup-cukup, jangan membayangkan lebih dari itu tidak sanggup saya membayangkannya. Jadi begitulah awal kita ketemu. Mulai dari sana kita mulai deket, ketemu untuk yang kedua kali, ketiga dan selanjutnya tapi ya itu lah kita cuma ketemuan setiap enam bulan sekali atau karena ada event-event yang penting. Event penting itu contohnya ngerencanain untuk bikin kado buat idola yang bisa bikin kita deket kayak gini. Hahahaha, parah ya ketemuan hanya untuk bikin kado doang. Yah tapi gitulah kenyataannya, udah ah segitu aja cerita tentang SQUADnya.

Nah, hari ini rencananya jemput evan dulu. Oh iya, kenalin. Evan, makhluk paling dong-dong yang pernah aku temuin, salah satu anggota SQUAD ini terobsesi banget pingin jadi artis sebenarnya sih pingin jadi penyanyi, dia bilang kemaren-kemaren dia udah bikin demo bareng temen-temen groupnya untuk dimasukin ke label. Moga aja kesampean ya, soalnya klo nggak kayaknya dia bakalan ke dukun untuk ngewujudin obsesinya itu, GAWAT itu! Rumahnya evan itu didaerah duren sawit, tapi kenapa sekarang jalanan ke sana itu jadi banyak pohonnya gini (harap maklum aja ya, soalnya kan mimpi mana bisa di kontrol mau ngambil tempat dimana). Setelah berkeliaran di hutan tak berpenghuni, melewati samudra, ketemu monyet buat nanyain dimana rumah evan dan dia nunjukkin arah klo mau ke rumah evan gampangnya itu lurus ketemu perempatan udah gitu belok kanan, kiri, kanan lagi, kiri lagi, kanan lagi, kiri lagi, sampai akhirnya aku mutusin untuk nggak percaya sama monyet itu gara-gara akhirnya setelah aku tanya “rumah kamu dimana nyet?” dia jawab “disana”. Ebuset! Klo gitu sih, dia ngasih tau jalan ke rumahnya bukan ke rumah evan. Bergerilya ditengah hutan, rasanya kayak itu perang zaman dulu, cuma bedanya nggak ada penjajahnya aja (klo gitu ngapain berasa perang Din! Ah, protes aja nih namanya juga mimpi.)

“nah tuh rumahnya evan.”

“van, van, bangun woi.. jangan nyanyi mulu, ntar penghuni hutan pindah semua.”

Nggak lama pintu rumah ke buka. Kreeeeek.

“ah, ganggu aja nih. Gw kan lagi bikin lagu nih sekalian melemaskan pita suara gw.”

“yee, kebanyakan denger kamu nyanyi yang ada aku yang lama-lama keganggu pikirannya. Ntar aku
ngerasa ada makhluk halus nyanyi kan gawat. Buruan udah siang nih, jadi pergi kan.”

“jadilah, gw udah dandan kece gini. Yuk caw.”

“bener kamu mau pergi kayak gini?”

“iya, emang kenapa? Ganteng ya gw?”

“van, lu tuh pake anduk doang, mana pakenya kayak cewe lagi. Nggak malu kamu klo ntar di jalan anduknya dicolong sama monyet gara-gara mereka juga mau mandi. Ntar kmu pake apaan?”

“eheheheeeheehe.. sorry, lupa, gw tadi kan lagi mandi. Loe sih, manggil-manggil.”

“kok jadi nyalahin aku. Buruan ganti baju dulu sana!”

Nggak lama (1jam! Ebuset ya, cowo atau cewe jadi-jadian sih dia lama banget ganti bajunya) nunggu evan ganti baju, akhirnya kita berangkat. Hari ini, kita berangkat pake mobil (mobil siapa ya? Aku aja nggak inget). Di mobil, aku sama evan ngobrolin mau jemput siapa dulu.

“jemput siapa dulu nih?”

“terserah kamu deh.”

“jemput tonton dulu deh”

“boleh”

Mobil sekarang melaju kenceng, ngelewatin parit, dan monyet yang tadi salah ngasih jalan. Tonton, bukan maksudnya kita mau nonton tapi tonton itu nama salah satu anggota SQUAD juga. Namanya sebenernya Toni, tapi lebih enak dipanggil tonton. Toni berperawakan gempal, beda kebalikan sama evan yang ceking selain itu juga toni tinggi, evan kuntet, toni selalu ada duit, evan jarang punya duit. Nah, rumahnya toni itu sekitar-sekitar laut gitu, dia seneng banget ngobrol sama ubur-ubur (??????)dan karang laut. Akhir-akhir ini, dia lagi ngadain konferensi besar untuk seluruh ubur-ubur dalam upaya untuk mencegah bleaching terumbu karang Indonesia. Kadang yang bikin aneh, kenapa dia mutusin untuk konferensi bareng ubur-ubur bukannya bareng makhluk laut yang lain. Intinya, dia ke obsesi sama ubur-ubur dan juga laut tentunya. Rumahnya toni gampang dicari, setelah keluar dari hutan rumah evan dan mengarah ke pantai kita cukup tanya sama ubur-ubur di laut arah rumah toni, pasti mereka tau. Yah, tau sendiri kan ubur-ubur kayaknya udah kenal toni bakan bukan kenal lagi tapi artis di kalangan ubur-ubur, mana ada coba ubur-ubur yang ikut konferensi ubur-ubur sedunia dengan berat 80 kg dan berwarna ungu, iya itu tuh toni yang memutuskan untuk pake kostum ubur-ubur untuk menghormati ubur-ubur yang lain dan mengenai kenapa dia pake warna ungu itu buat ngasih tau kesemuanya klo dia itu JOMBLO, bukan, bukan duda tapi JOMTON (jomlo bernama toni)

Karena mobil yang kita pake itu bukan mobil amfibi yang bisa jalan di laut. Akhirnya evan mutusin untuk nitip pesan buat toni sama ubur-ubur yang lewat. Klo ada yang tanya kenapa nggak telpon atau sms aja, itu karena kita lagi kere a.k.a nggak ada doku. Setengah jam aja, toni udah nyampe maklum dia dateng pake sampan jadi harus dayung-dayung dulu gitu. Akhirnya kita berangkat.

“bro, kenapa loe nggak pindah rumah aja sih. Susah gw ngehubungin loe. Masa titip pesen sama ubur-ubur mulu. Mana mereka ngentup lagi klo nggak dikasih duit. Kan gw jarang punya duit.

“ngentup?! Itu sih tawon. Nyenget evan.” aku ngoreksi, maklum kosakata evan terbatas.

“iya, iya, itu apalah namanya.”

“karena aku suka laut, ubur-ubur dan terumbu karang. Mereka adalah bagian terindah dari dunia, lautnya yang biru, dengan warna-warna indah yang berikan oleh terumbu karang dan…”

Salah klo gini, salah banget evan nanyanya. Toni klo ditanya kenapa pasti jawabannya ilmiah dan berpuitisasi. Wajah aku sama evan udah nggak nafsu lagi, karena satu pertanyaan yang diajuin evan tadi jawaban dari toni menghabiskan waktu sepuluh menit dan setelah itu aku sama evan memutuskan untuk tidak mengajukan pertanyaan apa pun lagi.

Ternyata anak-anak SQUAD yang pergi cuma bertiga doang. Dan kita memutuskan untuk pergi ke kota. Nggak lama perut laper, cacing di perut udah pada demo nggak karuan. Kali ini kita makan di tempat sea food. Kita memutuskan untuk makan disini karena tempat makan yang lain penuh, setelah memaksa toni, karena dia nggak mau masuk dengan alasan “aku tidak bisa melihat teman-teman kecilku disantap oleh kalian berdua, mereka itu tidak bersalah mengapa kalian…” sepuluh menit lewat akhirnya evan ngejelasin klo hewan laut salah satu fungsinya ya untuk dimakan, selain itu evan punya niat terselubung untuk meminta pada salah satu pelayannya untuk nyate ubur-ubur (itu sih namanya balas dendam). Setelah ada di dalam, toni memutuskan untuk nggak makan. Dan evan? Dia sih bukan makan lagi namanya tapi ngabisin, masa dia cuma nyisain sushi ukuran kecil buat aku dengan alasan “klo kebanyakan makan nanti gendut, udah makan ini aja.”

Nah baru dapet ilhamnya segitu, nanti klo ada waktu disambung lagi ceritanya..

Senin, 02 Agustus 2010

TEMAN yang 'HILANG'

Tanggal satu Agustus 1996, itu tepat empat belas tahun yang lalu. Kini tepat ditanggal yang sama, jam yang sama hanya hari yang berbeda. Dahulu, hari itu adalah hari minggu, hari yang paling aku tunggu dalam setiap minggunya. Senin, ya hari ini adlaah hari senin, meski hari itu bergeser satu arah ke kanan dari kalender yang biasa aku lihat tapi rasanya berbeda. Dahulu, setiap hari minggu aku dan dia bermain dan berbicara tentang apapun. Bebas, tidak ada batasan bahkan jika ada seseorang yang mengatakan aku aneh, aku tidak pernah menghiraukannya. Tapi kini, dia tak pernah datang lagi tepat semenjak tanggal satu agustus empat belas tahun yang lalu iru, dia tak pernah lagi datang.

Perkenalkan, namaku Kirana. Orang-orang lebih sering memanggilku Rana. Kini usiaku 20 tahun. Jika ditanya ‘seperti apakah aku’, yang bisa aku gambarkan adalah aku hanyalah gadis biasa, mahasiswi dari salah satu universitas negeri di kota Bandung. Hidupku? Hidupku, layaknya teman-temanku yang lain namun tidak banyak teman yang aku miliki. Mungkin karena mereka menganggapku gadis aneh. sering melamun dan sering berbicara sendiri. Hanya dua teman yang selalu setia menemani aku Zira dan Rizal. Mereka temanku sejak kecil dana hanya mereka yang tau mengapa aku menjadi pribadi seperti sekarang.

“Rana! Ngelamun lagi.” Rizal mengangetkanku dari belakang. Dia memang, sosok yang sering memberiku kejutan. Dari tubuh, kulihat Zira mendongakkan kepalanya.

“Iya nih, ngelamun lagi. Mikir apa sih?” Zira bertanya padaku.

“…., ehm, mikir..mikir Jojo.” Jawabku singkat.

Raut muka Rizal dan Zira seketika berubah saat mendengar nama Jojo meluncur dari mulutku. Saat itu juga Rizal bertanya padaku. Disimpannya tas ransel Eiger hitam di dekat kakinya.

“Jojo? Kamu nggak salah ngomong Ran?” Rizal menanyakan hal yang sepertinya ingin dia tanyakan dari dulu namun pertanyaan itu tidak pernah keluar dari mulutnya karena tak ingin membuatku terusik. Tanpa melihat mukanya ku jawab pertanyaan Rizal. “Iya, Jojo semalam dia datang. Katanya dia ingin berbicara padaku.” Kusadari, Rizal mendekatkan duduknya ke arahku, Zira kini duduk persis dihadapanku dengan bersila, maklum hari itu kami duduk di taman kampus sebelah jurusan psikologi, psikologi tempatku kuliah.

“Oh ya? Jojo berbicara apa?” Zira melanjutkan pertanyaan Rizal seperti tahu apa yang ingin Rizal tanyakan kepadaku. Karena pertanyaan yang diajukan Zira, kini pikiranku malayang pada mimpi yang aku alami tadi malam.

Aku berada diberanda lantai dua rumahku. Beranda itu mirip dengan taman kecil yang disusun sekenanya dengan tanaman anggur yang ditata sebagai peneduh di kala panas. Saat itu Jojo sedang berada dikursi taman, dengan buku yang selalu dibawanya. Jojo seorang lelaki paruh baya berumur 40 tahun, berkulit sawo matang dengan pakaian kasual yang dia gunakan dahulu, selalu sama setiap dia bertemu denganku, jeans dan kemeja polo berwarna putih yang selalu dia gunakan. Tak lupa kacamata yang selalu menggantung diwajahnya membuatnya membuatnya terlihat lebih berwibawa dari biasanya. Ketika aku memasuki beranda, Jojo menenggokkan wajahnya, terlihat tersenyum simpul. “ Hai Ran, lama tidak bertemu. Kamu kangen sama aku nggak?” Jojo bertanya saat aku mulai mendekati dia. “Sini duduk.” Jojo menunjukkan sisi kosong di kursi taman itu, tepat disebelahnya.

“Kamu sekarang sudah besar ya.” Jojo kembali mengutarakan kata-kata sebelum sempat aku bertanya. “Sekarang kamu makin cantik.” Aku pun duduk disebelah Jojo. Aku masih termenung melihat wajahnya, memastikan bahwa dia adalah Jojo yang 14 tahun lalu selalu menemaniku untuk bermain dan berbicara apa saja denganku.

“Jojo kemana aja?” aku mulai berani menanyakan hal yang ingin aku tanyakan sejak dulu. Jojo kini merubah posisi duduknya, dia menyerongkan badannya ke arahku. “Jojo nggak kemana-mana, dari dulu selalu disini. Rana yang kemana.” Jojo kini mengganti posisi duduknya. Dia duduk bersila dihadapanku merendahkan tubuhnya hingga posisi itu kembali seperti 14 tahun yang lalu. Tepat saat terakhir kali aku dan Jojo memposisikan layaknya ayah yang berbicara pada putrinya.

“Sayang, Jojo nggak pernah pergi. Jojo selalu ada disini.”

“Tapi kok Jojo baru datang lagi. Kemarin-kemarin kemana ?”

“Kemana? Ada kok. Jojo malah nunggu Rana disini buat bacain buku cerita. Tapi Rana nggak datang-datang. Hayo, Rana kemana aja?” Jojo dengan wajahnya yang kebapakan berbicara dengan nada yang rendah.

Kini pikiranku kembali ke-14 tahun yang lalu. Saat itu aku, papa dan mama berencana untuk liburan ke taman safari. Mobil sudah dinyalakan, papa, mama dan aku sudah berada di dalam mobil. Hari minggu, memang hari libur keluarga yang kau paling sukai karena kami sekeluarga pergi bersama dan ketika pulang aku bisa menceritakan semua pengalamanku pada Jojo, teman khayalannku. Jojo tiu seorang laki-laki yang sifatnya mirip sekali dengan ayah dan ibuku, penyabar dan senang untuk bercerita bahkan mendengarkan cerita dariku. Hari minggu itu kami sekeluarga pergi ke taman safari melalui jalan puncak. Entah mengapa kali ini papa mengendarai mobil dengah cara yang tidak biasa. Pelan, sangat pelan. Di belokan puncak, tampak truk bergerak turun dari belokkan, namun aneh truk itu tidka berbelok, dia melaju lurus kearah mobil kami dna tak terakhir yang aku ingat adlah aku terbangun di rumah sakit dengan perban dikepalaku. Semenjak itu aku tidak pernah bertemu lagi dengan papa dan mama. Pihak rumah sakit memasukkanku ke yayasan yatim piatu karena tidak ada keluarga yang menjemputku. Semenjak itu aku tidak pernah bertemu dengan Jojo, aku menjadi gadis pendiam bahkan ketika dua anak yatim piatu lain datang untuk mengajakku bermain, Zira dan Rizal. Mereka temanku yang selalu menemaniku meski kadang aku acuh pada mereka. Dan hingga saat ini mereka tetap ada disampingku.

Kini aku ingat, mengapa aku tak pernah bertemu Jojo lagi. “Sekarang sudah ingat?” Jojo mengembalikan ingatanku pada saat aku dan dia berbicara diberanda. Aku menganggukan kepada tanda mengerti. “Jojo datang ke sini karena Jojo ingin mengingatkan Rana. Rana nggak sendiri sayang, Jojo selalu ada didekat Rana. Rana nggak perlu datang ke beranda untuk berbicara dengan Jojo. Asal Rana percaya klo Jojo ada, Rana pasti liat Jojo. Sekarang keputusan Rana, mau percaya atau tidak. Sekarang, Rana tutup mata terus ketika Jojo bilang buka, Rana buka matanya.” Aku menuruti perintah Jojo, semenit, dua menit, suara Jojo tak kunjung terdengar memanggilku hingga menit kelima baru ku dengar.

“Bangun! Udah siang Ran.” Suara Zira memanggilku.

Ah Jojo kan yang manggil kok Zira?

“Iya nih, tidur aja. Bangun putri tidur.” Kini Rizal yang mengagetkanku. Ternyata dia sudah ada disebelahku untuk membereskan buku kuliah yang akan kita masuki hari ini.

“ayo mandi, satu jam lagi masuk kelas pak Rudi, klo terlambat gawat Ra.” Zira kini menarikku untuk mandi. Dengan pikiran yang masih terbayang Jojo ku langkahkan kakiku untuk masuk ke kamar mandi. Selesai mandi kami makan dan bergerak menuju kampus.

“Jojo selalu ada di dekat Rana. Asal Rana percaya, Jojo selalu ada di dekat Rana.”

“Ran, tadi malem kamu mimpi apa? Certain dong sama kita.” Zira membuka pembicaraan pagi itu.

“iya, ceritain apa aja kek.” Rizal menimpali.

*deg*

“Asal Rana percaya, Jojo selalu ada di dekat Rana.”


Jojo.

Mataku kini melihat Zira dan Rizal.

Kini kusadari apa maksud pembicaraan Jojo semalam. Sebenarnya semenjak 14 tahun yang lalu Jojo selalu ada di dekatku dan menungguku untuk berbicara padanya. Namun aku yang mengabaikan dia. Dan pembicaraanku tentang Jojo pada Rizal dan Zira ditaman tidak aku ceritakan seluruhnya. Hanya ku katakan.

“Jojo tadi malam datang untuk ngingetin aku klo dia sebenarnya selalu ada didekatku.” Senyumku tersimpul dengan menatap Zira dan Rizal secara bergiliran. Dan semenjak itu aku percaya, Jojo memang selalu ada untukku. Namun kini dia hadir dalam sosok yang berbeda, Zira dan Rizal.